Saturday, June 15, 2013

Katak Lebih Baik dalam Tempurung

Merasa paling besar didunia yang kecil selalu membuat siapa saja merasa nyaman hingga seseorang membisikkan kata-kata ajaib ketelinga anda "Ibarat katak dalam tempurung". Frase pendek ini adalah sindiran yang kuat, baik didasari oleh rasa sayang dalam betuk nasehat, ataupun perasaan negatif akibat persaingan. Tetapi tetap saja menjadi potongan informasi yang kadang diproses secara berlebih oleh pikiran dan perasaan sipemilik telinga. 

Pada tahap kebijaksanaan tertentu seseorang akan bangkit dan berkata "aku akan keluar dari tempurung, aku juga bisa besar diluar sana" atau mungkin cukup dengan merasa penasaran seperti apakah dunia luar sana, lebih terang dari yang dibayangkan lebih banyak perubahan angin dan cuaca dari yang pernah dialamai seumur hidup , lebih dan lebih dari yang mampu diantisipasi oleh katak manapun yang belum pernah keluar. 

 Sebenarnya tahap inilah masa-masa kritis kelangsungan hidup nyaman dan tenang si katak. Secara alami orang yang terusik dengan ungkapan "Katak dalam tempurung" tentulah bukan orang yang hidup dengan perasaan cukup atas apa yang dimilikinya. Dan perlu diketahui rasa kekurangan yang paling menakutkan adalah kurangnya pengakuan dan apresiasi atas pencapaiannya. Dan pertanyaan besarnya seperti apakah respon dunia luar terhadap karakter seperti itu, "Lead or Looser" itu jawab dunia.

Satu hal yang sering dilupakan oleh si katak, diluar sana  pengakuan tidak hanya didasarkan pada besarnya badan, atau hanya pada faktor usia/senioritas, atau tingginya strata pendidikan, bahkan prestasi-prestasi lainya. Dunia berhak memberi apresiasi kepada hal-hal sepele sesuai keinginan dunia. Keluar dari tempurung tidak cukup dengan membanggakan prestasi yang diakui didalam tempurung, karena bahkan a chicken sudah pasti berbadan lebih besar, impossible to compete.  

Jika katak keluar dari tempurung tetapi dengan mempertahankan mental dan emosi lama, maka jauh lebih baik bagi si katak untuk tetap didalam tempurung. Berapa banyak katak yang keluar dari tempurung dan menemukan dirinya tetap diakui oleh lingkungan barunya yang lebih besar dalam periode yang singkat? Nyaris tidak ada. Masa-masa yang mem-frustrasikan, dan opsi pertama dalam kegagalan tersebut adalah kembali kedalam tempurung dengan beban yang menghantui seumur hidup. Atau tetep bertahan dengan diluar dengan tidak henti menyakinkan diri sendiri bahwa apresiasi tidak layak  yang diterimanya hanyalah karena dunia belum menyadari kebesaran dirinya, dan akan ada kesempatan nanti untuk menunjukkannya. Bersabar hingga saat itu tiba, dengan menahan segala emosi yang meledak-ledak.

Sebenarnya siapa yang perduli didalam tempurung atau diluar, dan apakah batasan luar itu? Pintu pagar? Tembok betok? Pasport? Frase hanya akan tetap menjadi frase, pengakuan yang sejati bukan datang dari orang-orang yang kita inginkan untuk mengakuinya. Pengakuan dan apresiasi yang tulus dari orang-orang yang mencintai kita, dari dzat yang tidak henti merahmati dengan hidayah itu yang seharusnya jadi target utama. Semoga bermanfaat.

Popular Posts